Keberuntungan selalu identik dengan pilihan yang tak pasti. seperti soal pilihan ganda, meski tidak cerdas, tidak perlu banyak belajar, atau tidak pernah mendapat ranking seumur hidup-pun siswa tetap bisa berhasil melalui bentuk soal ini dengan keberuntungan dan do'a. Mungkin tak ada masalah bagi guru, tapi sangat bermasalah bagi generasi kita yang hanya mengandalkan keberuntungan untuk bisa melalui UN, UMPTN, bahkan Tes penerimaan PNS.
Menurut hasil pantauan dari banyak sekolah di sulawesi selatan, banyak siswa yang lulus UN dengan nilai yang memuaskan padahal anak tersebut pada saat mengerjakan soal UN tidak melihat lembar soal yang di seharusnya di analisa terlebih dahulu, dan sebaliknya beberapa siswa yang terkenal pandai di kelasnya bahkan juara umum, toh mendapat nilai yang tidak memuaskan atau tidak lulus. Karena faktor ini juga, siswa yang telah lulus karena beruntung dalam mengerjakan soal pilihan ganda, menjadi lebih malas lagi setelah memasuki jenjang pendidikan berikutnya. Mungkin setelah perstiwa "lulus fortuna" tersebut, mereka merasa belajar bukanlah jalan satu-satunya untuk sukses, dan prinsip ini memang terbukti di Indonesia (tidak demikian di negara maju), banyak pejabat tinggi dalam struktur pemerintahan di Indonesia yang tidak lebih cerdas dari siswa kelas 5 SD, cukup dengan uang dan kemampuan melobi yang handal, seorang pejabat bisa mendapatkan yang dia mau tanpa peduli memandang siapa saja yang telah mereka gilas.
Soal pilihan ganda memang baik untuk jumlah soal yang banyak, lebih mudah mengerjakannya dan tidak memakan waktu lama untuk memeriksanya, hanya saja tidak jelas siapa yang mengerjakan soal tersebut benar-benar dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang telah ia peroleh atau kemampuan analisis matematis/logis yang baik maupun mereka yang menggunakan kebiasaan mereka bermain tebak-tebakan jumlah mata dadu atau menggunakan lagu anak-anak kesukaan mereka, jika telah sampai di akhir lagu, bersamaan dengan memilih optional A, B, C, D, atau E maka Yups, mari menghitamkan jawaban.
Jika soal pilihan ganda masih digunakan dalam menentukan kelulusan siswa atau peserta tes PNS, maka bisa dipastikan 90%, generasi Indonesia lebih mengandalkan keberuntungan dan do'a tanpa usaha dari pada giat menambah wawasan/ ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk memajukan negara Indonesia tercinta yang selalu di katakan tertinggal. Ironisnya, mereka yang mengandalkan ilmu pengetahuan mereka merasa pesimis dan hilang harapan, sebab itulah terjadi aksi bunuh diri yang tidak sepantasnya dilakukan. Lantas siapakah yang mulai memutuskan harapan mereka?, jawabannya adalah sistem yang dibentuk tidak dilakukan refleksi, dan jika kita kaji lebih dalam lagi, unsur ego-lah yang mendasarinya, sifat individualisme dan kelompok telah merancang pertahanan diri mereka dengan baik, sehingga mereka terus mempertahankan kemudahan yang selalu mereka peroleh tidak terganggu gugat.
Semoga postingan ini mampu merubah pola pikir kita yang bersifat individualis, terima kasih
wassalam