10/31/2010

mungkin siswa anda tidak bodoh

GAYA BELAJAR ANAK

Bolos (belajar disekolah membosankan)
        aduuuh, nih anak bodohnya minta ampun, malas dah mengajar kalau siswaku begini terus.
Jika anda pernah mengucapkan kata-kata diatas, sebaiknya cabut kembali kalimat tersebut karena banyak hal yang membuat siswa sulit menerima materi, berikut salah satunya yang saya kutip dari sebuah artikel.

Pernahkah kita mencari tahu, mengapa ada anak yang bisa duduk diam dan ada pula anak-anak yang tak pernah berhenti bergerak; ada anak yang suka mendengarkan cerita tapi ada juga yang lebih suka membaca buku atau melihat-lihat gambar.

Selama ini, khususnya di sekolah formal, hal-hal semacam itu mungkin hanya dijadikan catatan, namun tak membuahkan gagasan untuk menerapkan model belajar yang paling sesuai untuk setiap anak yang berbeda tersebut.

Bagi para pendidik rumahan alias orang tua, mengamati gaya anak-anak dalam beraktivitas tidaklah sulit.Namun tahukah kita bahwa gaya setiap anak dalam beraktivitas adalah cerminan dari gaya belajar mereka. Oleh karena itu, jika kita sudah bisa mendeteksi kecenderungan mereka dalam beraktivitas, hal itu akan sangat membantu kita dalam memilih model belajar paling tepat bagi mereka.

Thomas Amstrong memilah gaya belajar setiap orang menjadi tiga: Visual, Auditori, dan Kinestetik (Haptik). Mereka yang bergaya belajar visual sangat peka dengan gambar dan sesuatu yang menarik indera penglihatan lainnya. Oleh karena itu, anak-anak bertipe visual akan sangat terbantu belajarnya jika kita banyak mempergunakan gambar atau video.

Adapun mereka yang bertipe auditori, akan sangat tertarik dengan stimulasi yang memancing indra pendengaran: mungkin lagu atau musik/irama. Suara mereka biasanya nyaring dan senang berceloteh. Oleh karena itu, sangat baik bagi anak-anak auditori untuk memperoleh bantuan berupa kaset berisi lagu atau kata-kata berirama, dongeng, dan alat-alat stimulasi pendengaran lainnya.

Terakhir adalah gaya belajar kinestetik (haptik). Anak-anak haptik sangat suka bergerak, dan cara mereka belajar memang membutuhkan unsur gerak fisik. Mereka akan tersiksa jika dipaksa untuk duduk diam saat belajar. Namun, gaya belajar yang satu ini memang masih sulit diterima di sekolah formal yang pasti klasikal (terdiri atas banyak anak di dalam kelas).

Biasanya, guru yang tidak mengerti akan memberikan label "nakal" atau "pengganggu" pada  mereka. Memilih model belajar yang sesuai dengan gaya belajar anak, sangat penting agar proses belajar selalu berlanjut dengan suasana yang asyik bagi mereka.

Lalu, bagaimana jika gaya belajar anak-anak kita mungkin saja berbeda dengan gaya belajar  orang tuanya? Tentu saja, orang tua harus 'legowo' untuk menerapkan model belajar yang  sesuai dengan anak-anak. Jika pun kita tidak bisa melakukannya sendiri, kita bisa minta bantuan nenek, tante, atau teman dekat yang memang memiliki gaya yang cocok untuk mengajar anak-anak kita. Nggak ada salahnya, kan?
Baca Selengkapnya »

10/20/2010

HADITS PALSU/ LEMAH DIAJARKAN DI SEKOLAH

         Sekolah adalah tempat dimana kita menimba ilmu demi masa depan yang cerah. sekolah memberi kita waktu untuk menimba ilmu dan menelusuri kebenarannya dengan bantuan dari guru. semua manusia yang telah berhasil secara finansial dan non-finansial yang pernah mengecap pendidikan hingga setidaknya tingkat menengah pasti akan berterima kasih pada gurunya dahulu disekolah, meski gurunya dulu sering memukul dan memarahinya seseorang yang berhasil akan dengan cepat melupan hal itu.
          
          Tak dapat dipungkiri, sekolah memang telah mengubah banyak manusia menjadi lebih baik pada sisi moral, tapi bagaimana dengan sisi bobot keilmuan yang telah mereka peroleh dari sekolah. mari kita simak kisah berikut.


Anak kecil itu berlari-lari pulang ke rumahnya. Tangannya yang mungil memegang sepucuk surat dari guru sekolahnya. Di ambang pintu rumah ia berteriak, "Mama, Mama, ada surat dari Pak Guru". Ibunya, Nancy Elliot, mantan guru, menyambut anak bungsu dari tujuh bersaudara itu dengan ciuman dan pelukan penuh kasih sayang.

"Coba Mama lihat," ujarnya seraya membuka amplop surat dengan hati-hati. Tangannya gemetar saat matanya menelusuri kata demi kata yang terpampang jelas di hadapannya: "Anak ini terlalu bodoh untuk dididik. Kami mengembalikannya pada Anda. Mulai besok, ia tak perlu datang ke sekolah lagi."

"Ma, mengapa Mama menangis?" tanya si anak, penuh keluguan. Dengan cucuran air mata sang ibu meraih tubuh kecil itu, memeluknya sambil berkata, "Thomas, I educate you my self."

         Semua orang tahu siapa pemeran cerita diatas, ya! dia Thomas Alfa Edison yang telah di DO dari sekolahnya  dan wafat sebagai seorang penemu briliant, lalu apa sebenarnya fungsi dari sekolah jika yang diasah hanya moral dan itupun tidak menjanjikan di kemudian hari. mari kita melihat kemajuan dalam negara kita Indonesia, nampaknya sekolah di Indonesia kurang efektif dan kurang efisien, bisa dipermudah malah dipersulit.

        Intinya, sekolah di seluruh dunia tercatat bahwa kesalahan dalam hal efektifitas pembelajaran dan penilaian ada pada personil sekolah dari guru hingga pejabat-pejabat diatasnya, tapi khusus di Indonesia juga termasuk orangtua murid yang menitik beratkan pendidikan kepada sekolah anaknya hingga lebih banyak menyalahkan guru dari pada koreksi diri sendiri tentang cara mendidik anak.

        Proses transfer ilmu tidak dapat dihindari jika kita berada dalam lingkup sekolah dan ilmu itu berbagai macam mulai dari bahasa/sastra, moral, sains, sejarah, hingga gosip terbaru dikalangan guru - guru perempuan. ilmu yang terus bertukar dan bertambah ini sangat membutuhkan filter yang kasar dan halus dalam hal ini saya hanya membahas tentang Pendidikan Agama Islam (PENDAIS) karena islam berpedoman  pada al-Qu'ran dan Hadits.

         al-Qu'ran dan Hadits bersumber dari Allah dan ditranslate oleh Nabi Muhammad hingga sampai pada kita termasuk guru pendidikan agama islam di sekolah-sekolah diseluruh dunia. Berkaitan dengan sejarah maka perlu diperhatikan kebenaran asal dari Hadits itu sendiri (Al-Qur'an tidak termasuk karena Allah telah menyatakan memeliharanya hingga akhir Zaman), nah! apakah guru-guru sudah tahu hal itu, tentu saja mereka tahu tentang derajat hadits dari yang shahih hingga maudhu (palsu), hanya saja guru-guru pendais lebih sibuk memikirkan tekhnik mengajar yang baik dari pada kesahihan hadits yang mereka transfer pada murid, al hasil murid-pun menelan mentah-mentah hadits yang tidak bersumber dari rasulullah, sebagai contoh pada tingkat SLTP masih beredar hadits "bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup untuk selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok"...

Wallahu 'alam


Baca Selengkapnya »

10/01/2010

MENGAPA ORANG YANG CERDAS LEBIH BANYAK YANG GAGAL?


Mengapa orang yang lebih sosial berhasil sedangkan yang IQ-nya sedang banyak yang gagal? Pertama-tama kita perlu pahami dulu bahwa kecerdasan emosi (EQ) bukanlah lawan dari kosien kecerdasan (IQ). EQ justru melengkapi IQ seperti halnya kecerdasan akademik dan ketrampilan kognitif. 

Penelitian menunjukkan bahwa sebenarnya kondisi emosi mempengaruhi fungsi otak dan kecepatan kerjanya (Cryer dalam Kemper).

Penelitian bahkan juga menunjukkan bahwa kemampuan intelektual  Albert Einstein yang luar biasa itu mungkin berhubungan dengan bagian otak yang mendukung fungsi psikologis, yang disebut amygdala.

Meskipun demikian, EQ dan IQ berbeda dalam hal mempelajari dan mengembangkannya. IQ merupakan potensi genetik yang terbentuk saat lahir dan menjadi mantap pada usia tertentu saat pra-pubertas, dan sesudah itu tidak dapat lagi dikembangkan atau ditingkatkan. Sebaliknya, EQ bias dipelajari, dikembangkan dan ditingkatkan pada segala umur. Penelitian justeru menunjukkan bahwa kemampuan kita untuk mempelajari EQ meningkat dengan bertambahnya usia.

Perbedaan lain, IQ merupakan kemampuan ambang yang hanya bisa menunjukkan jalan bagi karir kita atau membuat kita bekerja di bidang tertentu; sedangkan EQ berjalan di jalan itu dan mempromosikan kita di bidang itu. Oleh karena itu, keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan unsur penting dalam keberhasilan manajerial. 

Sampai tingkat tertentu, IQ mendorong kinerja produktif; tapi kompetensi berbasis-IQ dianggap "kemampuan ambang", artinya kemampuan yang diperlukan untuk pekerjaan rata-rata. 

Sebaliknya, kompetensi dan ketrampilan berbasis-EQ jauh lebih efektif, terutama pada tingkat organisasi yang lebih tinggi ketika perbedaan IQ dapat diabaikan. 

Dalam studi perbandingan antara orang yang kinerjanya cemerlang dan yang biasa-biasa saja pada organisasi tingkat tinggi, perbedaannya 85% disebabkan oleh kompetensi berbasis-EQ, bukan IQ. Dr Goleman mengatakan bahwa walaupun organisasinya berbeda, kebutuhannya berbeda, ternyata EQ menyumbangkan 80-90% untuk memprediksikan keberhasilan dalam organisasi secara umum.
Kami merujuk kepada studi kasus yang dilakukan oleh Dr. Goleman dan dua peneliti EQ terkenal lain untuk menganalisis bagaimana kompetensi EQ berkontribusi bagi laba yang didapatkan sebuah firma akuntansi yang besar. 

Pertama, IQ dan EQ para partisipan diuji dan dianalisis secara mendalam; kemudian mereka diorganisasi ke dalam beberapa kelompok kerja, dan masing-masing kelompok diberi pelatihan mengenai satu bentuk kompetensi EQ, seperti manajemen-diri dan ketrampilan sosial; sebagai kontrol adalah satu kelompok yang terdiri atas orang-orang ber-IQ tinggi. 

Ketika dilakukan evaluasi nilai-tambah ekonomi yang diberikan kompetensi EQ dan IQ, hasilnya sangat mencengangkan. Kelompok dengan ketrampilan sosial tinggi menghasilkan skor peningkatan laba 110% , sementara yang dibekali  manajemen-diri mencatat peningkatan laba 390%, peningkatan $ 1.465.000 per tahun. 

Sebaliknya, kelompok dengan kemampuan kognitif dan analitik tinggi, yang mencerminkan IQ, hanya menambah laba 50%; artinya, IQ memang meningkatkan kinerja, tapi secara terbatas karena hanya merupakan kemampuan ambang. Kompetensi berbasis EQ jelas jauh lebih mendorong kinerja.

Penulis : Mohamed El-Kamony adalah mahasiswa yunior American University di Cairo yang mengambil bidang utama Administrasi Bisnis dengan konsentrasi ganda dalam pemasaran dan keuangan.
Baca Selengkapnya »